Pages

Subscribe:

Kamis, 12 April 2012

Gempa di Aceh Terjadi 14 Kali



SERAMBI INDONESIA/M ANSHARWarga Banda Aceh Panik memenuhi jalan akibat gempa bumi, Rabu (11/4/2012)

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, gempa di Aceh pada Rabu (11/4/2012) ini terjadi sebanyak 14 kali.
Dua gempa bumi di antaranya diikuti dengan potensi tsunami. Gempa ini berkisar mulai dari 6,1 SR - 8,8 SR. Gempa bumi terjadi ini Sabang, Meulaboh, Simeulue, dan Teluk Dalam.
Sembilan gempa di antaranya terjadi di Simeulue. Gempa yang terjadi di Simelue dikatakan terasa paling keras. Berikut ini adalah sembilan gempa yang mengguncang Simeulue:
1. Pukul 15:38:33 Gempa Bumi sebesar 8,5 SR terjadi di 346 km Barat Daya Simeulue pada kedalaman 10 kilometer. Gempa ini diikuti potensi tsunami.
2. Pukul 15:38:35 Gempa Bumi sebesar 8,3 SR terjadi di 341 km Barat Daya Simeulue pada kedalaman 42 kilometer.
3. Pukul 16:28:02 Gempa Bumi sebesar 6,5 SR terjadi di 510 km Barat Daya Simeulue pada kedalaman 10 kilometer.
4. Pukul 16:48:03 Gempa Bumi sebesar 6,1 SR terjadi di 630 km Barat Daya Simeulue pada kedalaman 10 kilometer.
5. Pukul 17:09:51 Gempa Bumi sebesar 6,1 SR terjadi di 492 km Barat Daya Simeulue pada kedalaman 10 kilometer.
6. Pukul 17:21:27 Gempa Bumi sebesar 5,7 SR terjadi di 335 km Barat Daya Simeulue pada kedalaman 23 kilometer.
7. Pukul 17:43:06 Gempa Bumi sebesar 8,8 SR terjadi di 483 km Barat Daya Simeulue pada kedalaman 10 kilometer. Gempa ini diikuti potensi tsunami.
8. Pukul 17:43:11 Gempa Bumi sebesar 8,1 SR terjadi di 454 km Barat Daya Simeulue pada kedalaman 24 kilometer.
9. Pukul 18:04:45 Gempa Bumi sebesar 6,1 SR terjadi di 460 km Barat Daya Simeulue pada kedalaman 10 kilometer.
Menurut Sutopo, gempa sangat dirasakan hingga di Sumatera Barat.
"Sementara itu, di Bengkulu, tepatnya di Kota Bengkulu, gempa terasa sedang. Di Kabupaten Muko-muko, gempa tidak dirasakan," kata Sutopo pada jumpa pers di kantor BNPB, Rabu malam. Ditambahkannya, akibat gempa, jaringan listrik di provinsi Aceh padam.

sumber:http://nasional.kompas.com

Sabtu, 31 Maret 2012

Ketika Pria Menari Topeng Lengger





Dari namanya saja orang sudah bisa menerka bahwa tarian ini menggunakan topeng. Tapi siapa yang menyangka bila penarinya yang berpakaian tradisional wanita ini ternyata pria. Ternyata keberadaan pria dalam tari ini memiliki filosofi dan tujuan tertentu.

Tarian Topeng Lengger termasuk tarian tradisional yang hampir satu abad diperkenalkan di Jawa Tengah. Awalnya tarian ini dirintis di Dusun Giyanti oleh tokoh kesenian tradisional dari Desa Kecis, Kecamatan Selomerto, yaitu Bapak Gondhowinangun pada 1910.

Selanjutnya sekitar tahun 60-an tarian ini dikembangkan lagi oleh Alm. Ki Hadi Soewarno. Pengembangan ini yang membuat tari Topeng Lengger terlihat lebih atraktif dibanding gaya tari Solo atau Yogya yang halus, bahkan cenderung tampak seperti gaya tari Jawa Timur karena konon versi ceritanya berasal dari Kerajaan Kediri.

Menurut tokoh dan seniman Desa Giyanti, Lengger berasal dari Bahasa Jawa "elinga ngger" yang berarti, "ingatlah nak". Tari ini untuk memberi pesan agar setiap orang harus selalu ingat kepada Sang Pencipta dan berbuat baik kepada sesama.

Menurut kisahnya, tari ini berawal ketika Raja Brawijaya yang kehilangan putrinya, Dewi Sekartaji, mengadakan sayembara untuk memberikan penghargaan bagi siapa pun yang bisa menemukan sang putri. Bila pria yang menemukan akan dijadikan suami sang putri dan jika wanita maka akan dijadikan saudara.

Sayembara yang dikuti oleh banyak ksatria ini akhirnya tinggal menyisakan dua peserta yaitu Raden Panji Asmoro Bangun yang menyamar dengan nama Joko Kembang Kuning dari Kerajaan Jenggala. Satu lagi, Prabu Klono dari Kerajaan Sebrang, merupakan orang yang menyebabkan sang putri kabur karena sang raja menjodohkannya.

Dalam pencarian tersebut, Joko Kembang Kuning yang disertai pengawalnya menyamar sebagai penari keliling yang berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain. Lakon penarinya adalah seorang pria yang memakai topeng dan berpakaian wanita dengan diiringi alat musik seadanya. Ternyata dalam setiap pementasannya tari ini mendapat sambutan yang meriah. Sehingga dinamai Lengger, yang berasal dari kata ledek (penari) dan ger atau geger (ramai atau gempar).

Hingga di suatu desa, tari Lengger ini berhasil menarik perhatian Putri Dewi Sekartaji dari persembunyiannya. Namun pada saat yang bersamaan Prabu Klono juga telah mengetahui keberadaan Sang Putri, mengutus kakaknya Retno Tenggaron yang disertai prajurit wanita untuk melamar Dewi Sekartaji. Namun lamaran itu ditolak Dewi sehingga terjadilah perkelahian dan Retno Tenggaron yang dimenangi Sang Putri.

Sementara Prabu Klono dan Joko Kembang Kuning tetap menuntut haknya pada raja. Hingga akhirnya raja memutuskan agar kedua kontestan itu untuk bertarung. Dalam pertarungan, Joko Kembang Kuning yang diwakili oleh Ksatria Tawang Alun berhasil menewaskan Prabu Klono. Di akhir kisah Joko Kembang Kuning dan Dewi Sekartaji menikah dengan pestanya disemarakkan dengan hiburan Tari Topeng Lengger.

Sebagai Syiar Islam

Menurut seniman Lengger, Wonosobo dari Sanggar Setyo Langen Budoyo, Dwi Pranyoto, Lengger yang pada jaman Kerajaan Hindu Brawijaya merupakan Ledek Geger (penari yang mengundang keramaian), mengalami perkembangan saat kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri. Adalah Sunan Kali Jaga yang merupakan tokoh wali yang sangat cinta terhadap seni yang membawakan Tari Lengger sebagai Syiar Islam.

Tari Lengger yang dalam perkembangannya sempat berkonotasi negatif karena mulai dikemas untuk memancing syahwat dan penontonnya pun biasa menikmati tarian ini sambil mabuk. "Melihat kondisi ini Sunan Kalijaga menyamar sebagai Ronggeng yang memakai topeng dan menari Lengger, namun ketika penonton sudah terbuai, maka Sunan Kalijaga melepas topengnya." jelas pria yang lebih senang disapa Dwi ini.

Dengan cara ini Sunan Kalijaga mengajarkan budi pekerti, dan Tari Lengger yang tadinya negatif menjadi sarana dakwah sehingga Lengger sampai saat ini dikenal dengan sebutan "elinga ngger" sebuah tarian yang mengajarkan untuk ingat kepada Tuhan.

Tari Topeng Lengger saat ini terus bertahan sampai saat ini, tarian ini biasa ditarikan oleh dua orang, yang pria memakai topeng dan yang wanita memakan pakaian tradisional kebesaran layaknya putri Jawa pada masa lampau. Penari menarikan ini sekitar 10 menit dengan diiringi dengan alunan musik gambang, saron, kendang, gong, dan sebagainya.

Bahkan beberapa seniman tari mencoba menciptakan tarian baru yang mengadopsi dari Tari Topeng Lengger. Salah satunya Kenyo Lengger, tarian yang diperkenalkan oleh Sanggar Ngesti Laras. Menurut pendirinya Mulyani, Kenyo Lengger yang ditarikan oleh 5 orang wanita yang memakai kacamata hitam. "Tarian ini mengandung filosofi bahwa kita sebagai manusia jangan terlena dengan silaunya kenikmatan dunia, itu mengapa memakai kacamata hitam," jelas Mulyani. Menurutnya lagi, yang membuat manusia terlena pada dunia adalah tahta, wanita, dan harta.

Saat ini Tari Lengger biasa dipentaskan setiap ada acara hajatan, hari besar, syukuran, dan pesta rakyat lainnya. Bahkan untuk lebih diminati masyarakat, Tari Lengger juga bisa menyajikan atraksi yang berbau magis seperti kuda lumping tergantung keinginan pemesan.

Sumber: Majalah Travel Club

TRADISI TENONGAN ( NYADRAN ) DI GIYANTI

Muharam atau Syura dalam kalenderisasi Jawa diyakini masyarakat Dusun Giyanti, Desa Kadipaten, Selomerto, Wonosobo, sebagai hari jadi dusunnya. Kemarin (23/12) Warga dusun yang dikenal sebagai akar lahirnya kesenian tari Lengger di wilayah Wonosobo itu merayakannya dengan acara nyadran (pesta) tenongan.


Ibu-Ibu Desa giyanti
Sejak pagi, sekitar pukul 08.00 WIB hangat matahari sangat terasa. Dari arah Wonosobo, tampak berpendar terang di sebelah selatan Gunung Sumbing. Ditengah hangatnya matahari, suasana di Dusun Giyanti Desa Kadipaten sungguh terasa. Para penduduk di dusun ini hampir semuanya keluar dari rumah masing-masing.
Isi dari Tenong
Mereka memadati sepanjang jalan kampung. Tak hanya warga setempat, penduduk di luar Dusun Giyanti juga datang. Ibu-ibu dan anak-anak duduk berderet di sepanjang jalan desa. Mereka menata makanan yang terdiri atas jajanan pasar dan buah-buah atau disebut tarakan di dalam tenong yang sudah dirias dengan kertas warna-warni.Menariknya, semua warga mengenakan pakain batik dan pakaian adat jawa.
Busana Khas
Tak jauh dari tempat tersebut, puluhan grup kesenian yang terdiri lengger, barongan, dan kuda lumping (emblek) juga beraksi. Sebagian tengah berdandan. Beberapa yang lain menata seperangkat gamelan serta topeng. Ya, mereka sedang menyiapkan acara nyadran (pesta) tenongan. Tradisi itu, bagi masyarakat Dusun Giyanti, merupakan kegiatan yang wajib dilakukan tiap bulan Muharam atau syura.
Selain dipercaya sebagai bulan yang penuh kemuliaan, Muharam diyakini sebagai bulan lahirnya Dusun yang melahirkan banyak seniman Lengger Khas Wonosobo itu. Prosesi upacara nyadran tenongan diawali ziarah ke makam sesepuh desa Adipati Mertoloyo yang dipercaya sebagai pembuka Dusun Giyanti.
Persiapan Pentas
Pemberangkatan ke makam melalui prosesi panjang. Ratusan warga mengenakan pakaian khas Jawa serta memboyong seluruh kesenian yang ada di desa tersebut. Namun, yang paling unik adalah warga memikul dua boneka yang disebut sebagai perwujudan Adipati Mertoloyo dan Kiai Monyet sebagai wujud penghormatan terhadap sesepuh pendiri dusun tersebut. Dua boneka itu diusung ke makam desa, kemudian mengikuti proses doa .
Rombongan warga dan seniman Dusun Giyanti membawa dua boneka tersebut keliling dan menyisir seluruh jalan dusun yang sudah dipadati makanan dalam tenong. Harapannya, dua boneka yang jadi simbol itu mampu memberikan berkah kepada makanan yang mereka usung dalam tenong.
Rombongan Pembawa Tenong
Lantas, satu per satu warga yang membawa tenong mengikuti barisan para peziarah berjalan keliling desa. Setelah semua sudut desa dikelilingi, mereka berkumpul di pesanggrahan kesenian yang didirikan pada 1960 oleh Ki Hadi Suwarno. Pesanggrahan itu dipercaya sebagai kawah candradimuka bagi para seniman yang akan belajar kesenian lengger, seni tari khas Wonosobo.
Panitia Tenongan
Para warga meletakkan tenongnya di sepanjang jalan dan halaman pesanggrahan. Sesepuh desa dan satu penari lengger menata sesaji di sebelah pohon beringin yang terletak di pesanggrahan seni tersebut sambil membaca beberapa mantra menuju keselamatan.
Setelah berdoa, di Pesanggrahan yang sudah dipadati para pengunjung disajikan tari asli lengger pada periode awal, yakni penari lengger laki-laki tetapi berdandan ala perempuan. Setelah tarian lengger, seorang cucuk lampah sesepuh desa tersebut, Sosro Wardoyo, menjelaskan silsilah kelahiran Dusun Giyanti.
Bunga 7 rupa
Menurut Sosro Wardoyo, Dusun Giyanti lahir beberapa tahun lalu, tahun ini memasuki ulang tahun yang ke 253. Generasi yang saat ini bermukim di Dusun Giyanti dan nguri-uri kabudayan (menghidupkan kebudayaan) adalah generasi ke-15. Kerukunan desa, kata dia, bisa bertahan karena unsur perekat, yakni kesenian dan kebudayaan. Dengan demikian Meski berbeda agama dan profesi, keutuhan antarwarga tetap terjaga.
”Kesenian menjadi napas Dusun Giyanti. Terbukti, di sini warganya memeluk berbagai agama seperti Kristen, Katolik, Islam, Pangestu, dan agama lain tapi tetap guyub,” katanya.
Grup tari hasil didikan salah seorang seniman Giyanti

Usai pembacaan silsilah para sesepuh dusun tersebut, kini memasuki acara paling ditunggu. Yakni berebut air berkah serta makanan meliputi jajan pasar dan buah-buahan yang sebelumnya diusung menggunakan tenong. Sembari membawa tas kresek serta gelas, hampir semua orang yang berkumpul di lokasi tersebut berebut barisan paling depan demi mendapatkan makanan dan minuman yang diyakini mampu mendatangkan berkah. Mereka pun saling sikut dan berdesak-desakan. Usai mendapatkan makanan dan air berkah, dengan muka memancar mereka kembali ke rumah masing-masing. (Sumali.Ibnu.Chamid)
Tari Bondan
Salah satu Kekuatan Magis Penari

Kesenian Lengger Masih Di Pertahankan

Kesenian Lengger adalah salah tarian Kesenian Wonosobo yang sampai sekarang masih di pertahankan keberadaanya. Kesenian Lengger sudah ada sejak dulu dan pernah di gunakan oleh Sunan Kalijogo untuk menarik para pemuda agar rajin ke Masjid. Namun pada pelaksanaan pada saat ini kesenian lengger banyak di tampilkan pada acara hajatan di desa - desa.
Kesenian Lengger Dusun Giyanti


Dusun Giyanti yang berjarak 10 km dari Wonosobo, merupakan salah satu pusat pembinaan kesenian lengger yang sudah ternama. disana terdapat sanggar - sanggar untuk kelestarian kesenian lengger bisa dikatakan Dusun Giyanti sebagai desa budayanya Wonosobo. Sebagai contoh Sanggar Seni Rukun Putri Budaya yang didirikan oleh Hadi Suwarno (Alm) pada tahun 1978. Sanggar ini pernah mendapatkan juara Harapan 1 Festival Borobudur tahun 1991. Juga pernah tampil di TMII Taman Mini Indonesia Indah.

Kesenian Lengger mempunyai daya tarik tersendiri, salah satu keunikannya adalah pemain kesenian lengger bisa kesurupan dan melakukan adegan / atraksi di luar batas kemampuan manusia biasa seperti, memakan pecahan kaca, mengelupas buah kelapa dengan gigi, dll. Sebelum melaksanakan kesenian lengger biasanya diadakan ritual khusus untuk memohon keselamatan.

Fariasi pada kesenian lengger adalah adanya barongan. mirip dengan kesenian barongsai yang berasal dari Tionghoa. Sehari sebelum tampil biasanya alat yang akan di gunakan di magiskan (Ritual) agar orang yang memakai dapat kesurupan. Tetapi ada juga yang tidak menggunakan ritual, tanpa mengurangi keindahan dan estetika Kesenian Lengger tersebut.

Kesenian Lengger kini merupakan salah satu aset Kebudayaan yang dapat menarik wisata asing. Pemerintah Kabupaten Wonosobo memberikan perhatian yang luar biasa seperti di minta tampil / pentas setelah upacara 17 Agustus untuk menghibur masyarakat. hal ini dapat memberi motivasi kepada generasi penerus untuk tetap mempertahankan tradisinya. walaupun di terpa oleh perubahan era globalisasi. (Lang)

sumber http://wonosobocommunity.blogspot.com

.